Minggu, 08 Juli 2012

Serat Sabdo Jati

RADEN Mas Ngabehi

Ronggowarsito. Demikian nama salah seorang
pujangga terkenal yang pernah menorehkan
jejak gemilang dalam kesusastraan Jawa di abad
19. Namanya senantiasa dikenang sebagai
pujangga besar yang karya-karyanya tetap abadi
hingga kini.
Dari tangan pujangga asal Keraton Surakarta ini
lahir berbagai karya sastra bermutu tinggi yang
sarat nilai kemanusiaan. Buku-bukunya antara
lain membahas falsafah, ilmu kebatinan,
primbon, kisah raja, sejarah, lakon wayang,
dongeng, syair, adat kesusilaan, dan sebagainya.
Namun sebagian masyarakat Jawa, terutama
rakyat jelata, sering mengidentikkan
Ronggowarsito dengan karangan-karangan yang
memadukan kesusastraan dengan ramalan yang
penuh harapan, perenungan dan perjuangan.
Dilahirkan pada 15 Maret 1802 dengan nama
asli Bagus Burham. Ayahnya seorang carik
Kadipaten Anom yang bernama Raden Mas
Pajangswara. Ibunya Raden Ayu Pajangswara
merupakan keturunan ke-9 Sultan Trenggono
dari Demak.
Bakat dan keahliannya dalam bidang
kesusastraan semakin terasah dengan
bimbingan kakeknya Raden Tumenggung
Sastronegoro. Semenjak kecil, ia dibekali ajaran
Islam dan pengetahuan yang bersandar pada
ajaran kejawen, Hindu, Budha, serta ilmu
kebatinan.
Karya-karya besarnya yang terkenal sampai saat
ini adalah Serat Kalatidha yang berisi gambaran
zaman penjajahan yang disebut “zaman edan”.
Ada kitab Jaka Lodhang yang berisi ramalan
akan datangnya zaman baik, serta Sabdatama
yang berisi ramalan tentang sifat zaman
makmur dan tingkah laku manusia yang
tamak.Menjelang akhir hayatnya, Ronggowarsito
menulis buku terakhir Sabdajati yang di
antaranya berisi ramalan waktu kematiannya
sendiri. Buku ini pun berisi ucapan perpisahan
dan permohonan pamit karena Ki Pujangga akan
segera meninggalkan dunia fana ini.
Pada 24 Desember 1873, pujangga besar dari
tanah Jawa itu meninggal dunia dengan
tenteram. Tempat peristirahatan terakhirnya
terletak di Palar, sebuah desa kecil di wilayah
Klaten-Jogjakarta.
Hawya pegat ngudiya Ronging budyayu
Margane suka basuki
Dimen luwar kang kinayun
Kalising panggawe sisip
Ingkang taberi prihatos
Jangan berhenti selalulah berusaha berbuat
kebajikan,
agar mendapat kegembiraan serta keselamatan
serta tercapai segala cita-cita,
terhindar dari perbuatan yang bukan-bukan,
caranya haruslah gemar prihatin.
Ulatna kang nganti bisane kepangguh
Galedehan kang sayekti
Talitinen awya kleru
Larasen sajroning ati
Tumanggap dimen tumanggon
Dalam hidup keprihatinan ini pandanglah
dengan seksama,
intropeksi, telitilah jangan sampai salah,
endapkan didalam hati, agar mudah
menanggapi sesuatu.
Pamanggone aneng pangesthi rahayu
Angayomi ing tyas wening
Eninging ati kang suwung
Nanging sejatining isi
Isine cipta sayektos
Dapatnya demikian kalau senantiasa
mendambakan kebaikan,
mengendapkan pikiran, dalam mawas diri
sehingga seolah-olah hati ini kosong namun
sebenarnya akan menemukan cipta yang sejati.
Lakonana klawan sabaraning kalbu
Lamun obah niniwasi
Kasusupan setan gundhul
Ambebidung nggawa kendhi
Isine rupiah kethon
Segalanya itu harus dijalankan dengan penuh
kesabaran.
Sebab jika bergeser (dari hidup yang penuh
kebajikan)
akan menderita kehancuran. Kemasukan setan
gundul,
yang menggoda membawa kendi berisi uang
banyak.
Lamun nganti korup mring panggawe dudu
Dadi panggonaning iblis
Mlebu mring alam pakewuh
Ewuh mring pananing ati
Temah wuru kabesturon
Bila terpengaruh akan perbuatan yang bukan-
bukan,
sudah jelas akan menjadi sarang iblis, senantiasa
mendapatkan kesulitas-kesulitan, kerepotan-
kerepotan, tidak dapat berbuat dengan itikad
hati yang baik,
seolah-olah mabuk kepayang.
Nora kengguh mring pamardi reh budyayu
Hayuning tyas sipat kuping
Kinepung panggawe rusuh
Lali pasihaning Gusti
Ginuntingan dening Hyang Manon
Bila sudah terlanjur demikian tidak tertarik
terhadap perbuatan yang menuju kepada
kebajikan. Segala yang baik-baik lari dari dirinya,
sebab sudah diliputi perbuatan dan pikiran yang
jelek.
Sudah melupakan Tuhannya. Ajaran-Nya sudah
musnah berkeping-keping.
Parandene kabeh kang samya andulu
Ulap kalilipen wedhi
Akeh ingkang padha sujut
Kinira yen Jabaranil
Kautus dening Hyang Manon
Namun demikian yang melihat, bagaikan
matanya kemasukan pasir, tidak dapat
membedakan yang baik dan yang jahat,
sehingga yang jahat disukai dianggap utusan
Tuhan.
Yeng kang uning marang sejatining dawuh
Kewuhan sajroning ati
Yen tiniru ora urus
Uripe kaesi-esi
Yen niruwa dadi asor
Namun bagi yang bijaksana, sebenarnya repot
didalam pikiran
melihat contoh-contoh tersebut. Bila diikuti
hidupnya akan
tercela akhirnya menjadi sengsara.
Nora ngandel marang gaibing Hyang Agung
Anggelar sakalir-kalir
Kalamun temen tinemu
Kabegjane anekani
Kamurahane Hyang Manon
Itu artinya tidak percaya kepada Tuhan, yang
menitahkan bumi dan langit, siapa yang
berusaha dengan setekun-tekunnya akan
mendapatkan kebahagiaan. Karena Tuhan itu
Maha Pemurah adanya.
Hanuhoni kabeh kang duwe panuwun
Yen temen-temen sayekti
Dewa aparing pitulung
Nora kurang sandhang bukti
Saciptanira kelakon
Segala permintaan umatNya akan selalu diberi,
bila dilakukan dengan setulus hati.
Tuhan akan selalu memberi pertolongan,
sandang pangan tercukupi segala cita-cita dan
kehendaknya tercapai.
Ki Pujangga nyambi paraweh pitutur
Saka pengunahing Widi
Ambuka warananipun
Aling-aling kang ngalingi
Angilang satemah katon
Sambil memberi petuah Ki Pujangga juga akan
membuka selubung yang termasuk rahasia
Tuhan, sehingga dapat diketahui.
Para jalma sajroning jaman pakewuh
Sudranira andadi
Rahurune saya ndarung
Keh tyas mirong murang margi
Kasekten wus nora katon
Manusia-manusia yang hidup didalam jaman
kerepotan,
cenderung meningkatnya perbuatan-perbuatan
tercela,
makin menjadi-jadi, banyak pikiran-pikiran yang
tidak berjalan
diatas riil kebenaran, keagungan jiwa sudah tidak
tampak.
Katuwane winawas dahat matrenyuh
Kenyaming sasmita sayekti
Sanityasa tyas malatkunt
Kongas welase kepati
Sulaking jaman prihatos
Lama kelamaan makin menimbulkan perasaan
prihatin, merasakan ramalan tersebut,
senantiasa merenung diri melihat jaman penuh
keprihatinan tersebut.
Waluyane benjang lamun ana wiku
Memuji ngesthi sawiji
Sabuk tebu lir majenum
Galibedan tudang tuding
Anacahken sakehing wong
Jaman yang repot itu akan selesai kelak bila
sudah mencapat tahun 1877
(Wiku=7, Memuji=7, Ngesthi=8, Sawiji=1. Itu
bertepatan dengan tahun Masehi 1945).
Ada orang yang berikat pinggang tebu
perbuatannya seperti orang gila, hilir mudik
menunjuk kian kemari, menghitung banyaknya
orang.
Iku lagi sirap jaman Kala Bendu
Kala Suba kang gumanti
Wong cilik bisa gumuyu
Nora kurang sandhang bukti
Sedyane kabeh kelakon
Disitulah baru selesai Jaman Kala Bendu. Diganti
dengan jaman Kala Suba.
Dimana diramalkan rakyat kecil bersuka ria,
tidak kekurangan sandang dan makan seluruh
kehendak dan cita-citanya tercapai.
Pandulune Ki Pujangga durung kemput
Mulur lir benang tinarik
Nanging kaseranging ngumur
Andungkap kasidan jati
Mulih mring jatining enggon
Sayang sekali “pengelihatan” Sang Pujangga
belum sampai selesai, bagaikan menarik benang
dari ikatannya.
Namun karena umur sudah tua sudah merasa
hampir
datang saatnya meninggalkan dunia yang fana
ini.
Amung kurang wolung ari kang kadulu
Tamating pati patitis
Wus katon neng lokil makpul
Angumpul ing madya ari
Amerengi Sri Budha Pon
Yang terlihat hanya kurang 8 hari lagi, sudah
sampai waktunya, kembali menghadap
Tuhannya. Tepatnya pada hari Rabu Pon.
Tanggal kaping lima antarane luhur
Selaning tahun Jimakir
Taluhu marjayeng janggur
Sengara winduning pati
Netepi ngumpul sak enggon
Tanggal 5 bulan Sela
(Dulkangidah) tahun Jimakir Wuku Tolu,
Windu Sengara (atau tanggal 24 Desember
1873)
kira-kira waktu Lohor, itulah saat yang
ditentukan
sang Pujangga kembali menghadap Tuhan.
Cinitra ri budha kaping wolulikur
Sawal ing tahun Jimakir
Candraning warsa pinetung
Sembah mekswa pejangga ji
Ki Pujangga pamit layoti
Karya ini ditulis dihari Rabu tanggal 28 Sawal
tahun Jim, akhir 1802.
(Sembah=2, Muswa=0, Pujangga=8, Ji=1)
bertepatan dengan tahun masehi 1873).


0 komentar:

Posting Komentar