Setiap manusia wajib untuk menuntut ilmu. Menuntut ilmu itu bukan hanya bagi
anak-anak dan pemuda saja. Bahkan orang tua pun wajib untuk menuntut ilmu.
Di serat Wedhatama bagian awal karya KGPAA Mangkunegoro IV, kita diingatkan
untuk senantiasa tidak jemu-jemu ngelmu sejati. Ngelmu sejati seperti apa itu?
Ngelmu sejati adalah untuk senantiasa mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH.
Karena pada hakekatnya kita semua nantinya akan kembali kepadaNYA.
Disamping itu, KGPAA Mangkunegoro IV juga menjelaskan perbedaan sifat-sifat
dan tanda dari orang yang berilmu dalam kehidupan sehari-hari dengan orang
yang tidak berilmu.
Untuk lebih jelasnya, silakan menyimak ajaran dari KGPAA Mangkunegoro IV
lewat arti dari serat Wedhatama Pupuh I Pangkur.
PUPUH I
P A N G K U R
01
Mingkar-mingkuring ukara, akarana karenan mardi siwi, sinawung resmining
kidung, sinuba sinukarta, mrih kretarta pakartining ilmu luhung,kang tumrap ing
tanah Jawa, agama ageming aji.
(Meredam nafsu angkara dalam diri, Hendak berkenan mendidik putra-
putri, Tersirat dalam indahnya tembang, dihias penuh variasi, agar
menjiwai hakekat ilmu luhur, yang ada di tanah Jawa (nusantara), agama
hanyalah “pakaian” kehidupan.)
02
Jinejer ing Weddhatama, mrih tan kemba kembenganing pambudi,mangka
nadyan tuwa pikun, yen tan mikani rasa, yekti sepi sepa lir sepah
asamun,samasane pakumpulan, gonyak-ganyuk nglelingsemi.
(Disajikan dalam serat Wedhatama,agar jangan miskin pengetahuan
walaupun sudah tua pikun jika tidak memahami rasa sejati (batin) niscaya
kosong tiada berguna bagai ampas, percuma sia-sia,di dalam setiap
pergaulan sering bertindak ceroboh memalukan.)
03
Nggugu karsane priyangga, nora nganggo peparah lamun angling,lumuh ingaran
balilu, uger guru aleman, nanging janma ingkang wus waspadeng semu, sinamun
samudana, sesadoning adu manis .
(Mengikuti kemauan sendiri, Bila berkata tanpa dipertimbangkan (asal
bunyi), Namun tak mau dianggap bodoh,Selalu berharap dipuji-puji.
(sebaliknya) Ciri orang yang sudah memahami (ilmu sejati) tak bisa
ditebak berwatak rendah hati,selalu berprasangka baik.)
04
Si pengung nora nglegewa, sangsayarda denira cacariwis, ngandhar-andhar
angendukur, kandhane nora kaprah, saya elok alangka longkangipun, si wasis
waskitha ngalah, ngalingi marang sipingging.
(Si dungu tidak menyadari,Bualannya semakin menjadi-jadi,ngelantur
bicara yang tidak-tidak,Bicaranya tidak masuk akal,makin aneh tak ada
jedanya. Lain halnya, Si Pandai cermat dan mengalah, Menutupi aib si
bodoh.)
05
Mangkono ilmu kang nyata, sanyatane mung we reseping ati,bungah ingaran
cubluk, sukeng tyas yen den ina, nora kaya si punggung anggung gumunggung,
ugungan sadina dina, aja mangkono wong urip.
(Demikianlah ilmu yang nyata, kenyataannya memberikan ketentraman
hati, Tidak sedih dibilang bodoh, Tetap gembira jika dihina. Tidak seperti
si dungu yang selalu sombong, Ingin dipuji setiap hari. Janganlah begitu
caranya orang hidup.)
06
Uripa sapisan rusak, nora mulur nalare ting saluwir, kadi ta guwa kang sirung,
sinerang ing maruta, gumarenggeng anggereng anggung gumrunggung, pindha
padhane si mudha, prandene paksa kumaki.
(Hidup sekali saja berantakan, Tidak berkembang, pola pikirnya carut
marut. Umpama goa gelap menyeramkan, Dihembus angin, Suaranya
gemuruh menggeram, berdengung Seperti halnya watak anak muda yang
masih pula berlagak congkak)
07
Kikisane mung sapala, palayune ngendelken yayah wibi, bangkit tur bangsaning
luhur, lah iya ingkang rama, balik sira sarawungan bae durung, mring atining tata
krama, nggon-anggon agama suci.
(Tujuan hidupnya begitu rendah, Maunya mengandalkan orang
tuanya,Yang terpandang serta bangsawan. Itu kan ayahmu! Sedangkan
kamu saja belum kenal, akan hakikatnya tata krama dalam ajaran yang
suci)
08
Socaning jiwangganira, jer katara lamun pocapan pasthi, lumuh asor kudu
unggul, sumengah sesongaran,yen mangkono kena ingaran katungkul, karem ing
reh kaprawiran, nora enak iku kaki.
(Cerminan dari dalam jiwa raga mu, Nampak jelas walau tutur kata halus,
Sifat pantang kalah maunya menang sendiri Sombong besar mulut Bila
demikian itu, disebut orang yang terlena Puas diri berlagak tinggi. Tidak
baik itu nak!)
09
Kekerane ngelmu karang, kakarangan saking bangsaning gaib, iku boreh
paminipun, tan rumasuk ing jasad, amung aneng sajabaning daging kulup, Yen
kapengkok pancabaya,ubayane mbalenjani.
(Di dalam ilmu yang dikarang-karang (sihir/rekayasa). Rekayasa dari hal-
hal gaib Itu umpama bedak. Tidak meresap ke dalam jasad, Hanya ada di
kulitnya saja nak Bila terbentur marabahaya, bisanya menghindari.)
10
Marma ing sabisa-bisa, babasane muriha tyas basuki, puruitaa kang patut, lan
traping angganira, Ana uga angger ugering kaprabun, abon aboning panembah,
kang kambah ing siang ratri.
(Karena itu sebisanya,Upayakan selalu berhati baik. Bergurulah secara
tepat Yang sesuai dengan dirimu, Ada juga peraturan dan pedoman
bernegara, Menjadi syarat bagi yang berbakti,yang berlaku siang malam.)
11
Iku kaki takokena, marang para sarjana kang martapi, mring tapaking tepa tulus,
kawawa nahen hawa, Wruhanira mungguh sanjataning ngelmu, tan mesthi neng
janma wreda, tuwin muda sudra kaki.
(Itulah nak, tanyakan Kepada para sarjana yang menimba ilmu jejak hidup
para suri tauladan yang benar, dapat menahan hawa Nafsu
Pengetahuanmu adalah senjatanya ilmu, Yang tidak harus dikuasai orang
tua, Bisa juga bagi yang muda atau miskin, nak!)
12
Sapantuk wahyuning Allah, gya dumilah mangulah ngelmu bangkit, bangkit mikat
reh mangukut, kukutaning Jiwangga, Yen mangkono kena sinebut wong sepuh,
liring sepuh sepi hawa, awas roroning ngatunggil.
(Siapapun yang menerima wahyu Tuhan, Dengan cermat mencerna ilmu
tinggi, Mampu menguasai ilmu kasampurnan, Kesempurnaan jiwa raga,
Bila demikian pantas disebut “orang tua”. Arti “orang tua” adalah tidak
dikuasai hawa nafsu. Paham akan dwi tunggal (menyatunya sukma
dengan Tuhan)
13
Tan samar pamoring Sukma, sinukma ya winahya ing ngasepi, sinimpen telenging
kalbu, Pambukaning waana, tarlen saking liyep layaping ngaluyup, pindha
pesating supena, sumusuping rasa jati.
(Tidaklah samar menyatunya sukma, meresap terpatri dalam keheningan
semadi, Diendapkan dalam lubuk hati menjadi pembuka tabir, berawal
dari keadaan antara sadar dan tiada, Seperti terlepasnya mimpi
Merasuknya rasa yang sejati.)
14
Sajatine kang mangkono, wus kakenan nugrahaning Hyang Widi, bali alaming
ngasuwung, tan karem karamean, ingkang sipat wisesa winisesa wus, mulih mula
mulanira, mulane wong anom sami.
(Sebenarnya ke-ada-an itu merupakan anugrah Tuhan, Kembali ke alam
yang kosong, tidak mengumbar nafsu duniawi, yang bersifat kuasa
menguasai. Kembali keasal muasalmu, wahai anak muda)
Rabu, 15 Agustus 2012
Kewajiban elmu≫
Published :
20.57
Author :
wong ndeso
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
Suci kodrat sejati Nyawiji suci jumeneng sejati Roso suci sejati alenggahan roh suci Kuncup sejati mulyo sejati Roso kumala handarbeni ...
-
~ Nabi Isa ~ Ilmu Hakekat Insan Singkat ceritra, Karena Nabi Isa telah dikandung oleh seorang dara perawan bernama Maryam melalui kekuasaan...
-
~ Perjalanan Sholat Daim ~ Ilmu Hakekat Insan . Cara ‘MENGHILANGKAN’ kemudian ‘MENYATAKAN’ adalah dengan mengetahui tentang PERJALANAN SHOL...
-
Triwikrama adalah tiga langkah “Dewa Wisnu” atau Atma Sejati (energi kehidupan) dalam melakukan proses penitisan. Awal mula kehidupan dim...
-
Pagi yang cerah tak seperti biasanya Rintik-rintik hujan mengiringi pagi nan cerah BUkan rintik-rintik air yang jatuh ke Bumi Tapi rintik...
0 komentar:
Posting Komentar